Trail Riding ke Geopark Ciletuh (Bagian 2)
Hari kedua Riding ke Geopark Ciletuh di Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat, kami mulai dengan terbangun karena sentuhan panas dan silau di wajah. Cahaya matahari pagi menembus kaca tempat ibadah kecil itu. Jarum jam menunjukkan pukul 7.10 pagi. Saya lihat Tomi sudah bangun sambil melihat-lihat motornya. “Lumayan dapat tidur 2 jam,” ujarnya. “Gue tidur di emperan mushola. Yang penting dapet istirahat.”
Tak lama Chalil terbangun. “Jam berapa sekarang. Yuk kita lanjut lagi,” ujarnya. Saya dan Tomi langsung tertawa lepas. “Makan dulu bang,” ujar kami. Tak lama Raju bangun. Kami ngobrol sebentar dan memprediksi waktu tempuh ke Ciletuh, setelah itu cuci muka. Lanjut isi bensin dan mengisi perut dengan ketupat sayur dan nasi kuning di lokasi dekat kami istirahat. Penuh.
Rute kami yang sekarang adalah Pelabuhan Ratu – Ciletuh dengan estimasi jarak 85 km atau waktu tempuh kisaran 1,5 jam. Kami masuk dari wilayah Bagbagan menyusuri Jalan Pelabuhan Ratu yang menghubungkan Pelabuhan Ratu dengan Jampang Kulon. Lagi-lagi saya tersiksa. Ban off-road membuat saya tak bisa melesat lepas di jalanan twisty pegunungan.
Tapi untungnya, kawan-kawan saya yang lain tak bisa meninggalkan saya jauh di depan karena hanya saya yang tahu rute ke Ciletuh. Mereka pun hanya bisa mengekor di belakang saya dengan kecepatan lebih pelan dari biasanya. Cukup menyiksa memang. Dengan ban dual purpose mereka harus mengikuti kecepatan motor saya menikung yang kadang-kadang hanya 25 km/jam. Hahaha…
Memasuki Perkebunan Teh Cigaru, tepatnya di Pal Tilu kami berbelok ke kanan. Kami memasuki jalanan lebih kecil dan lebih twisty dengan kurva tikungan yang sempit. Pandangan mata agak tertutup karena semak-semak belukar sampai menjuntai ke pinggir jalan. Jika mobil berpapasan dari dua arah yang berbeda, salah satu harus berhenti. Permukaan jalan bervariasi; aspal mulus sampai aspal rusak berbatu-batu dan tanah. Nah dalam kondisi yang terakhir, KLX 150S saya mendingan.
Memasuki wilayah Citengah, Ciemas kami memilih istirahat. “Kita ngopi dulu,” ujar Chalil. Motor kami parkir di depan sebuah toko di kampung kecil Citengah. Di depannya terdapat warung kopi kecil dengan balai. Kami merebahkan badan. Awan hitam menggantung di kejauhan. Saya tersenyum sumringah. “Asyiik hujan, lumayan maen lumpur,” ujar saya kepada Tomi. “Giliran motor gue yang menang ntar hahahaha,” imbuh saya.
[gallery columns="5" ids="9434,9435,9429,9392,9428">
Saya ingat, tak jauh dari tempat kami istirahat terbentang jalanan rusak parah dengan kondisi aspal berantakan. Terakhir kali saya ke sini awal 2014, jalanannya tanah dengan lubang-lubang mengangga besar. Waktu itu saya ke sini musim kering. Kalau musim hujan, dijamin jadi bubur. Apalagi kalau baru diguyur. Hujan deras turun. Kami harus menunggu hujan reda. Jam sudah di jarum 12.00 WIB siang. Perut keroncongan. Kami memilih mengganjal perut dengan mie rebus karena tak ada yang jualan nasi. Maklum kampung kecil ini hanya diisi oleh sekitar 6 rumah.
Selang 2 jam kemudian hujan reda, tinggal gerimis. Kami memilih melanjutkan perjalanan. Memasuki daerah perkebunan nanas dan buah naga di Ciemas saya tersenyum. Orang lokal menyebutnya Bukit Teletubbies, karena konturnya yang berbukit-bukit mirip di film anak-anak itu. Ternyata saat memasuki perbukitan tersebut, jalanan sudah beraspal mulus. Terlihat aspalnya masih baru. Saya tersenyum kecut. Gagal dong menikmati medan tanah sepanjang hampir 6 km. Alhasil saya kedodoran lagi.
Kami terus menelusuri jalanan sempit menembus hutan jati, karet atau pun semak belukar. Jalanan menanjaknya sungguh menantang. KLX 150 yang kami bawa mampu meladeni setiap jenis tanjakan dengan torsi yang besar di setiap putaran. Sangat menyenangkan. Apalagi kalau ketemu jalanan menurun curam kemudian dilanjutkan dengan tanjakan berkelokan patah. Atau tiba-tiba setelah turunan aspal mulus, harus mengerem keras karena jalanan berubah menjadi rusak parah berlubang. Yang enak setelah jalanan rusak ketemu tanjakan aspal dengan tikungan patah. Perpindahan kopeling KLX akurat setiap diminta, dikombinasikan dengan permainan gas dan rem.
[gallery columns="5" ids="9393,9438,9430,9437,9394">
Mendekati Ciletuh kami dihadang oleh jalanan berbatu ditambah balutan lumpur pekat sepanjang 4 km. Ground clearance yang tinggi tak masalah bagi KLX. Motor kami melompat-lompat lincah di antara bebatuan. ‘Ban pacul’ saya membuat motor tetap ngegrip. Hanya sesekali pantatnya bergeser kiri kanan, tinggal kita jaga dengan keseimbangan tubuh dan kaki.
Jalanan dengan kontur berbatu menjadi penutup perjalanan kami ke Ciletuh. Kami menyelesaikan rute di Pantai Palangpang dan mengistirahatkan badan di sana. Pantainya sepi, jarang penduduk. Tetangga terdekat kami adalah rumah penduduk dengan jarak 150 meter.
Kami pun beristirahat karena besok harus kembali ke Jakarta, sekalian menikmati Puncak Darma. Setelah itu kami harus menelan rutinitas seperti biasa. Adventure riding yang luar biasa. Dan seperti biasa, dengan Kawasaki KLX 150 S, saya hanya menghabiskan bensin Pertamax 10,9 liter atau Rp 95.000 saja. Jauh perjalanan yang kami tempuh sekitar 490 km PP. Raju yang memakai KLX 150BF mengisi BBM 4 kali dan menghabiskan dana sekitar Rp 115.000.
[gallery columns="5" ids="9445,9442,9397,9398,9387">
EKA ZULKARNAIN
Berita Terkait:
Trail Riding ke Geopark Ciletuh (Bagian 1)
Kawasaki KLX 150BF, Si Penjelajah Serba Bisa
Artikel Unggulan
- Terbaru
- Populer
Artikel yang direkomendasikan untuk anda
Motor Unggulan
- Terbaru
- Yang Akan Datang
- Populer
Artikel Motor dari Oto
- Berita
- Artikel Feature
- Advisory Stories
- Road Test